Erdogan-Jokowi Dari Hagia Shopia Menuju Al-Aqsa
Kenapa shalat pertama di Hagia Shopia dipilih tanggal 24 Juli?
Bukan tanpa alasan, 24 Juli dipilih Erdogan sebagai awal meletakkan sejarah baru dengan digelarnya shalat Jumat di Hagia Shopia setelah 86 tahun jadi museum dan kini jadi masjid kembali.
Pilihan tanggal ini adalah simbolik. Orang Turki mencatat 24 Juli sebagai hari Perjanjian Laussane.
Pada tanggal 24 Juli 1923, di Lausanne, Swiss, Turki harus menandatangani “perjanjian kekalahan” dengan Sekutu. Perjanjian tersebut secara resmi menyudahi perang yang terjadi antara Kesultanan Ottoman dengan Sekutu sejak permulaan Perang Dunia I, yang sekaligus membuat Ottoman harus menyerahkan sebagian besar wilayah kekuasaannya kepada Inggris dan Italia.
Jadi, dengan memilih 24 Juli sebagai tanggal pertama dibukanya kembali Hagia Sophia sebagai masjid, Turki seperti hendak berbicara kepada dunia Barat: kami yang sekira seratus tahun lalu kalah, kini tengah berusaha menegakkan punggung kembali.
"Ini pesan dari Erdogan kepada dunia bahwa kebesaran Turki Utsmani yang sukses diruntuhkan pada Perjanjian Laussane 24 Juli 1923 kini telah kembali bangkit. Dan Hagia Shopia sebagai icon utama Turki Utsmani kini telah kembali ke pangkuan Umat Islam," ujar pengamat internasional, Hasmi Bakhtiar di chanel Youtubenya.
Lalu apa hubungannya dengan Jokowi dan pembebasan Al-Aqsa?
Salah satu hal yang menarik adalah pidato Erdogan pada 10 Juli kemarin bahwa pengembalian Hagia Shopia menjadi masjid adalah langkah awal pembebasan Masjid Al-Aqsa.
Banyak orang yang melihat pidato Erdogan itu sangat berlebihan.
"Tapi saya pribadi menilai pidato Erdogan ini sebagai sebuah spirit pembebasan yang disampaikan kepada dunia khususnya dunia Islam," kata Hasmi.
Maksudnya adalah, ketika Umat Islam ingin membebaskan Al-Aqsa dari Israel setidaknya Umat Islam harus memiliki tiga spirit. Yang pertama spirit keyakinan.
20 tahun lalu, Erdogan pernah diwawancarai salah satu majalah dari Kuwait. Ketika itu Erdogan mengatakan bahwa 'nanti saya akan membebaskan Hagia Shopia dan mengembalikannya menjadi masjid'.
Melihat situasi Turki ketika itu yang dikuasasi sekulerisme begitu kuat, hampir mustahil Erdogan bisa mewujdukan cita-citanya itu.
Namun hari ini Erdogan berhasil mewujudkan cita-citanya mengembalikan Hagia Shopia menjadi masjid.
Kedua, adalah spirit Kedaulatan.
Ketika Erdogan ingin mengembalikan Hagia Shopia jadi masjid, datang penolakan dari berbagai penjuru dunia. Baik dari AS, Eropa, bahkan dari Timteng.
Namun Erdogan tetap kukuh dengan pendiriannya.
"Jika kita ingin membebaskan Al-Aqsa dari penjajahan Israel maka pemimpin-pemimpin dunia Islam harus memiliki kedaulatan dalam setiap keputusan dan kebijakan politiknya terutama politik luar negeri. Bukan minta restu kepada negara lain," kata Hasmi Bakhtiar.
Lalu apa peran Jokowi?
Nah... Simak selengkapnya video paparan mahasiswa Indonesia yang tengah studi master Hubungan Internasional di Universitas Lille Prancis ini...
Bukan tanpa alasan, 24 Juli dipilih Erdogan sebagai awal meletakkan sejarah baru dengan digelarnya shalat Jumat di Hagia Shopia setelah 86 tahun jadi museum dan kini jadi masjid kembali.
Pilihan tanggal ini adalah simbolik. Orang Turki mencatat 24 Juli sebagai hari Perjanjian Laussane.
Pada tanggal 24 Juli 1923, di Lausanne, Swiss, Turki harus menandatangani “perjanjian kekalahan” dengan Sekutu. Perjanjian tersebut secara resmi menyudahi perang yang terjadi antara Kesultanan Ottoman dengan Sekutu sejak permulaan Perang Dunia I, yang sekaligus membuat Ottoman harus menyerahkan sebagian besar wilayah kekuasaannya kepada Inggris dan Italia.
Jadi, dengan memilih 24 Juli sebagai tanggal pertama dibukanya kembali Hagia Sophia sebagai masjid, Turki seperti hendak berbicara kepada dunia Barat: kami yang sekira seratus tahun lalu kalah, kini tengah berusaha menegakkan punggung kembali.
"Ini pesan dari Erdogan kepada dunia bahwa kebesaran Turki Utsmani yang sukses diruntuhkan pada Perjanjian Laussane 24 Juli 1923 kini telah kembali bangkit. Dan Hagia Shopia sebagai icon utama Turki Utsmani kini telah kembali ke pangkuan Umat Islam," ujar pengamat internasional, Hasmi Bakhtiar di chanel Youtubenya.
Lalu apa hubungannya dengan Jokowi dan pembebasan Al-Aqsa?
Salah satu hal yang menarik adalah pidato Erdogan pada 10 Juli kemarin bahwa pengembalian Hagia Shopia menjadi masjid adalah langkah awal pembebasan Masjid Al-Aqsa.
Banyak orang yang melihat pidato Erdogan itu sangat berlebihan.
"Tapi saya pribadi menilai pidato Erdogan ini sebagai sebuah spirit pembebasan yang disampaikan kepada dunia khususnya dunia Islam," kata Hasmi.
Maksudnya adalah, ketika Umat Islam ingin membebaskan Al-Aqsa dari Israel setidaknya Umat Islam harus memiliki tiga spirit. Yang pertama spirit keyakinan.
20 tahun lalu, Erdogan pernah diwawancarai salah satu majalah dari Kuwait. Ketika itu Erdogan mengatakan bahwa 'nanti saya akan membebaskan Hagia Shopia dan mengembalikannya menjadi masjid'.
Melihat situasi Turki ketika itu yang dikuasasi sekulerisme begitu kuat, hampir mustahil Erdogan bisa mewujdukan cita-citanya itu.
Namun hari ini Erdogan berhasil mewujudkan cita-citanya mengembalikan Hagia Shopia menjadi masjid.
Kedua, adalah spirit Kedaulatan.
Ketika Erdogan ingin mengembalikan Hagia Shopia jadi masjid, datang penolakan dari berbagai penjuru dunia. Baik dari AS, Eropa, bahkan dari Timteng.
Namun Erdogan tetap kukuh dengan pendiriannya.
"Jika kita ingin membebaskan Al-Aqsa dari penjajahan Israel maka pemimpin-pemimpin dunia Islam harus memiliki kedaulatan dalam setiap keputusan dan kebijakan politiknya terutama politik luar negeri. Bukan minta restu kepada negara lain," kata Hasmi Bakhtiar.
Lalu apa peran Jokowi?
Nah... Simak selengkapnya video paparan mahasiswa Indonesia yang tengah studi master Hubungan Internasional di Universitas Lille Prancis ini...
Belum ada Komentar untuk "Erdogan-Jokowi Dari Hagia Shopia Menuju Al-Aqsa"
Posting Komentar